Keutamaan Madinah
KEUTAMAAN MADINAH
Oleh
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:
Madinah, kota Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah negeri yang aman, tentram dan makmur, tempat berlindung bagi orang yang beriman, dan tempat bertemunya kaum muhajirin dan anshar. Disana malaikat Jibril turun membawa wahyu kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Kota Madinah yang penuh berkah ini, telah Allah Shubhanahu wa ta’alla muliakan serta utamakan dengan menjadikan sebagai tempat yang paling baik setelah Makkah. Ada begitu banyak nash yang menjelaskan tentang keutamaan, keharaman serta kedudukannya. Baik dalam bentuk berita ataupun ajakan, motivasi maupun ancaman bagi orang yang ingin berbuat buruk padanya.[1]
Diantara keutamaan yang dimilikinya ialah:
1. Allah Shubhanahu wa Ta’alla menjadikan sebagai Tanah Haram.
Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : «اللَّهُمَّ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ فَجَعَلَهَا حَرَمًا وَإِنِّى حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ حَرَامًا مَا بَيْنَ مَأْزِمَيْهَا أَنْ لاَ يُهَرَاقَ فِيهَا دَمٌ وَلاَ يُحْمَلَ فِيهَا سِلاَحٌ لِقِتَالٍ وَلاَ يُخْبَطَ فِيهَا شَجَرَةٌ إِلاَّ لِعَلْفٍ» [أخرجه مسلم]
“Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim telah memohon agar Makah menjadi tanah haram, maka Makah menjadi tanah haram. Dan sesungguhnya aku mengharamkan Madinah sebagai tanah haram, antara dua gunung. Supaya tidak menumpahkan darah didalamnya, tidak boleh membawa senjata untuk memerangi penduduknya, dan tidak boleh menebang pepohonannya kecuali untuk makanan ternak“[HR Muslim no: 1374].
Haramnya kota Madinah mulai dari dua Harah membentang dari arah timur sampai kebarat, kemudian mulai dari gunung Tsur sampai aI-I’r menyamping ke kiri dan kanan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: « الْمَدِينَةُ حَرَامٌ مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى ثَوْرٍ » [أخرجه مسلم]
“Kota Madinah haram mulai dari pegunungan al-I’r sampai gunung Tsur“. [HR Muslim no: 1370].
Masih dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: « مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا حرام. يُرِيدُ الْمَدِينَةَ » [أخرجه مسلم]
“Antara dua tanah yang penuh bebatuannya adalah tanah haram“. [HR Muslim no: 1372]
2. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menamakan Madinah dengan Thaibah dan Thabah.
Hal itu, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Muslim dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha. Dalam haditsnya al-Jasaasah, yang dijelaskan sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ يَعْنِى الْمَدِينَةَ » [أخرجه مسلم]
“Ini adalah Thaibah, sebanyak tiga lagi. Yakni kota Madinah“.[HR Muslim no: 2942].
Dalam riwayat Bukhari disebut dengan nama: “Ini adalah Thaabah“. HR Bukhari no: 1872.
Dalam hal ini, al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan: “Kata ath-Thabu dan ath-Thibu dua kata yang memiliki makna yang sama. Yang terambil dari makna kalimat yang menunjukan sesuatu yang baik. Sehingga ada para ulama yang mengatakan maksudnya ialah disebabkan tanahnya yang suci. Ada pula yang menyebutkan dikarenakan kebaikan para penduduknya. Ada lagi yang menerangkan dari ketentraman hidup disana.
Ada lagi sebagian ulama yang mengatakan: “Pendapat yang mengatakan, dikarenakan kesucian tanah ditambah sejuknya udara yang ada di Madinah. Maka ini sudah cukup sebagai bukti yang bisa dirasakan akan kebenaran penamaan tersebut. Karena bagi siapa saja yang tinggal di sana, maka dirinya akan menjumpai mulai dari tanah dan dindingnya mempunyai bau harum yang tidak dijumpai pada tempat-tempat lain”.[2] Ada beberapa penduduk Madinah yang sudah tinggal disana berpuluh-puluh tahun lamanya, menceritakan kepada saya kalau dirinya tidak pernah menjumpai bau-bau yang tidak sedap, yang biasanya terdapat pada kota-kota lain. Sebagaimana juga ada orang yang mengabarkan padaku bahwa di dalam Madinah tidak pernah dijumpai suara bising dan hiruk pikuk yang biasa didapati pada beberapa kota besar yang sudah banyak penduduknya. Kemudian orang ini berusaha ingin mengetahui pasal tersebut bersama beberapa penduduk Madinah lainnya, setelah diteliti, maka kesimpulan yang bisa mereka terka berdasarkan ijtihadnya, bahwa barangkali ini merupakan kekhususan Madinah ditambah keberkahan yang ada pada tanahnya, sehingga mampu mengedap suara hiruk pikuk tersebut, hal itu, agar senantiasa suasananya tetap tenang, damai, dan tentram.
Diantara perkara yang pernah saya dengar pula, bahwa tanah serta gunung yang berada di Madinah menjadikan bagi orang yang memandangnya menambah elok, indah dan cantik yang tidak dijumpai pada tempat lainnya.
3. Bahwa keimanan akan menancap kuat didalamnya.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuat hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Bahwa Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Sesungguhnya keimanan akan menancap kokoh kembali ke kota Madinah, sebagaimana halnya ular kembali menuju sarangnya“. HR Bukhari no: 1876. Muslim no: 147.
4. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menekankan agar penduduknya bersabar menghadapi kesulitan dan beban hidup, dengan menjanjikan akan memperoleh pahala besar.
Berdasarkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Muslim dari Abu Sa’id maulanya al-Mahriyi. Disebutkan bahwa dirinya pernah datang kepada Abu Sa’id al-Khudri pada suatu malam disaat musim panas yang menyengat, meminta nasehat tentang keinginannya untuk bermigrasi ke tempat lain. Dan mengadukan padanya harga bahan pokok yang ada di Madinah yang kian melambung di tambah keluarganya yang banyak. Maka Abu Sa’id al-Khudri mengabarkan padanya agar dirinya tetap sabar menghadapi kesulitan hidup di dalam Madinah. Sambil menambahkan padanya: “Celaka kamu, sungguh aku tidak menasehatkan untukmu keluar Madinah. Sesungguhnya aku pernah mendengar langsung dari Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « لاَ يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لأْوَائِهَا فَيَمُوتَ إِلاَّ كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Tidaklah ada seorang penduduk Madinah yang tetap sabar akan kesulitan hidup didalamnya, lalu dirinya mati, melainkan aku jamin akan memperoleh syafa’atku atau dirinya tertulis sebagai syahid kelak pada hari kiamat, dengan catatan dirinya adalah seorang muslim“.[HR Muslim no: 1374].
Dalam redaksi lain, Imam Muslim membawakan sebuah haditsnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mengatakan: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَدْعُو الرَّجُلُ ابْنَ عَمِّهِ وَقَرِيبَهُ هَلُمَّ إِلَى الرَّخَاءِ هَلُمَّ إِلَى الرَّخَاءِ وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ » [أخرجه مسلم]
“Akan datang suatu zaman seseorang yang mengajak pada anak pamannya serta kerabatnya sambil mengatakan: ‘Mari kita cari tempat yang lebih lapang untuk hidup, mari kita cari tempat yang lebih lebih lapang untuk hidup’. Sedang Madinah lebih baik bagi mereka kalau sekiranya mereka mengetahuinya“.[HR Muslim no: 1381].
Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan: “Maka keadaan yang terbaik ialah bahwa tinggal didalam kota Madinah itu lebih baik bagi mereka dikarenakan kota yang telah diharamkan oleh Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan bisa tinggal di sisi beliau. Disamping itu Madinah adalah tempat turunnya wahyu, turunya keberkahan.
Kalaulah sekiranya mereka mengetahui dengan tetap tinggal di Madinah dirinya akan memperoleh keutamaan agama yang akan diperolehnya diakhirat, dimana keutamaan tersebut tidak bisa diperoleh ditempat lain, tentulah apa yang mereka dapati dari nasib baik yang tersembunyi serta tidak nampak yang disiapkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sebab tinggal di Madinah pastilah menjadikan dirinya tetap memilih untuk tinggal daripada menempati kota selainnya”. [3]
5. Sebagaimana disifati oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam kalau Madinah adalah negeri yang ditolong oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Hal itu, berdasarkan sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى يَقُولُونَ يَثْرِبُ وَهِيَ الْمَدِينَةُ تَنْفِي النَّاسَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Aku diperintahkan untuk ditinggal didesa yang memakan al-Qura, yang mana mereka menamakannya dengan Yatsrib yakni Madinah. Maka Madinah akan mengikis manusia (jelek) sebagaimana terkikisnya karat yang ada dibesi“. HR Bukhari no: 1871. Muslim no: 1382.
Dijelaskan oleh para ulama yang dimaksud dengan ‘Ta’kulul Qura’. Ialah bahwa Allah Ta’ala akan menolong Islam dengan penduduk Madinah, dimana akan banyak perkampungan yang berhasil mereka taklukkan. Sehingga akan banyak mendatangkan kambing ke kota Madinah yang penduduknya secara otomatis mudah untuk memakannya. Adapun penyandaran ‘memakan’ kepada desa maka yang dimaksud adalah penduduk Madinah.[4]
6. Dido’akan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan keberkahan.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri yang menjelaskan akan hal tersebut. Sahabat Abu Sa’id al-Khudri mengatakan: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdo’a untuk Madinah:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى مَدِينَتِنَا اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى صَاعِنَا اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى مُدِّنَا اللَّهُمَّ اجْعَلْ مَعَ الْبَرَكَةِ بَرَكَتَيْنِ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ مَا مِنَ الْمَدِينَةِ شِعْبٌ وَلاَ نَقْبٌ إِلاَّ عَلَيْهِ مَلَكَانِ يَحْرُسَانِهَا حَتَّى تَقْدَمُوا إِلَيْهَا » [أخرجه مسلم]
“Ya Allah, berkahilah kota Madinah kami, Ya Allah berkahilah untuk kami dalam sha’ kami. Dalam mud kami dan jadikanlah Ya Allah bersama keberkahan tersebut dua keberkahan. Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan –Nya, tidaklah ada sebuah bukit serta celah yang ada disana dalam kota Madinah melainkan pasti ada dua malaikat yang menjaganya hingga kalian mendatanginya“.[HR Muslim no: 1374].
Sudah menjadi perkara yang populer bagi kebanyakan orang yang bermigrasi dari tempat lain menuju Makah dan Madinah. Kalau pengeluaran yang mereka belanjakan untuk keseharian itu cuma setengah dari pengeluaran yang biasa mereka belanjakan ketika masih berada di negerinya sebelum pindah. Dan ini adalah perkara yang sudah banyak orang mengetahuinya.
7. Madinah diantara dua negeri yang tidak akan dimasuki oleh Dajjal serta penyakit tha’un (wabah menular).
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِينَةِ مَلَائِكَةٌ لَا يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلَا الدَّجَّالُ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Bagi setiap bebukitan yang ada dikota Madinah ada para malaikat. Tidak akan masuk ke dalamnya penyakit Tha’un serta Dajjal“. HR Bukhari no: 1880. Muslim no: 1379.
8. Dalam Madinah ada masjidnya Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan masjid ini merupakan salah satu dari tiga masjid yang tidak diperbolehkan untuk melakukan sebuah perjalanan khusus melainkan kepada tiga masjid tersebut.
Berdasarkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى » [أخرجه البخاري و مسلم]
Janganlah (kalian) melakukan perjalanan khusus (pada suatu tempat) melainkan menuju tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidnya Rasul dan Masjid al-Aqsha“.[HR Bukhari no: 1189. Muslim no: 1397].
Ditambah lagi, bagi orang yang bisa mengerjakan sholat didalamnya maka akan dilipat gandakan pahalanya. Hal tersebut, berdasarkan haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: ‘Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ » [أخرجه البخاري ومسلم]
“Sholat dimasjidku ini lebih utama seribu sholat dari pada sholat yang dikerjakan dimasjid-masjid lain kecuali masjidil Haram“. HR Bukhari no: 1190. Muslim no: 1394.
9. Dalam Madinah juga ada masjid Quba yang barang siapa mampu sholat disana pahalanya sejajar dengan orang yang mengerjakan ibadah umrah.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya sebuah hadits dari Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan: ‘Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « مَنْ خَرَجَ حَتَّى يَأْتِيَ هَذَا الْمَسْجِدَ يَعْنِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَيُصَلِّيَ فِيهِ كَانَ كَعَدْلِ عُمْرَةٍ » [أخرجه أحمد]
“Barangsiapa keluar dari tempatnya untuk mendatangi masjid ini –yakni masjid Quba- lantas dirinya sholat didalamnya, maka pahalanya bagaikan ibadah umrah“.[HR Ahmad 25/358 no: 15981].
10. Keutamaan Raudah yang mulia.
Dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ وَمِنْبَرِي عَلَى حَوْضِي » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Antara rumah dan mimbarku adalah taman (raudah) dari taman-taman surga. Dan mimbarku berada di raudahku“. HR Bukhari no: 1196. Muslim no: 1391.
Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan: “Didalam hadits ini mengisyaratkan adanya anjuran untuk tinggal di kota Madinah. Dan sabdanya: “Taman dari taman-taman surga“. Maksudnya atas turunnya rahmat dan mendapat kebahagian dengan sebab apa yang di peroleh dari ibadah yang dapat dikerjakan disitu yang akan mengantarkan ke dalam surga. Atau yang dimaksud adalah taman secara hakiki dengan berpindahnya tempat tersebut ke akhirat nanti ke dalam surga”.[5]
11. Adanya gunung Uhud.
Yang dijelaskan dalam sebuah hadits, sebagaimana yang dibawakan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Humaid radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: “Ketika kami pulang bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dari peperangan Tabuk, tatkala kota Madinah sudah terlihat dari kejauhan, beliau bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « هَذِهِ طَابَةُ وَهَذَا أُحُدٌ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Ini adalah Thabah dan itu adalah gunung Uhud yang mencintai kami dan kamipun mencintainya“. HR Bukhari no: 4422. Muslim no: 1391.
12. Disana juga ada lembah Aqiq.
Lembah yang penuh berkah, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata: “Aku pernah mendengar Rasulallah Shalallahu ‘alaih wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَالَ صَلِّ فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ وَقُلْ عُمْرَةً فِي حَجَّةٍ » [أخرجه البخاري]
“Semalam malaikat Jibril mendatangiku dan membawa pesan dari Allah: ‘Sholatlah di lembah yang berbarokah ini. Dan katakan pada (para sahabat) jadikan umrahnya untuk haji“. HR Bukhari no: 1534.
13. Didalam Madinah ada kurma al-Ajwah.
Yang khasiatnya telah dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dan Muslim dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: “Aku pernah mendengar langsung dari Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلَا سِحْرٌ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Barangsiapa yang setiap hari memakan tujuh butir kurma Ajwah maka tidak akan membahayakan bagi dirinya pada hari itu racun dan sihir“[HR Bukhari no: 5445. Muslim no: 2047].
14. Madinah akan mengikis habis orang-orang fasik.
Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan: “Ada seorang arab Badui yang membai’at Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam atas Islam. Akan tetapi, kemudian orang tersebut terkena penyakit Madinah. Maka dia datang kembali kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sembari mengatakan: ‘Ya Rasulallah aku cabut kembali bai’atku’. Namun, Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam enggan memberikannya. Orang tersebut datang kembali kepada beliau sembari mengatakan perkataan semula, namun, Beliau masih enggan. Sampai orang tadi mengulang-ulang beberapa kali, lalu arab Badui tersebut pergi. Maka Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « إِنَّمَا الْمَدِينَةُ كَالْكِيرِ تَنْفِي خَبَثَهَا وَيَنْصَعُ طِيبُهَا » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Madinah bagaikan tukang pandai besi yang akan mengikis habis orang-orang jelek sehingga menyisakan orang-orang yang baik“. HR Bukhari no: 721. Muslim no: 1383.
15. Allah Shubhanahu wa Ta’alla akan membinasakan bagi siapa saja yang punya keinginan buruk terhadap penduduknya.
Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « مَنْ أَرَادَ أَهْلَ الْمَدِينَةِ بِسُوءٍ أَذَابَهُ اللَّهُ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِى الْمَاءِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Barangsiapa yang punya niatan buruk bagi penduduk Madinah, maka Allah akan musnahkan dirinya seperti halnya garam yang meleleh karena air“. HR Bukhari no: 1877. Muslim no: 1387.
Dalam redaksi yang ada dalam riwayatkan Muslim, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: « وَلاَ يُرِيدُ أَحَدٌ أَهْلَ الْمَدِينَةِ بِسُوءٍ إِلاَّ أَذَابَهُ اللَّهُ فِى النَّارِ ذَوْبَ الرَّصَاصِ أَوْ ذَوْبَ الْمِلْحِ فِى الْمَاءِ » [أخرجه مسلم]
“Tidaklah ada seseorang yang punya keinginan buruk terhadap pendududk Madinah, melainkan pasti Allah akan melelehkannya didalam neraka seperti peluru meleleh. Atau seperti melelehnya garam didalam air“. HR Muslim no: 1363.
Al-Qodhi Iyadh menerangkan hadits diatas: “Sabdanya: “Tidaklah ada seseorang yang punya keinginan buruk terhadap penduduk Madinah, melainkan pasti Allah akan melelehkannya didalam neraka seperti peluru meleleh“. Tambahan ini menambah kebingungan akan maksud hadits, ditambah dengan hadits-hadits semakna yang tidak menyebutkan tambahan ini yaitu dijadikan adzab tersebut diakhirat.
Ada kemungkinan maknanya adalah barangsiapa punya niatan buruk ketika Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup maka perkaranya akan lenyap sebagaimana lenyapnya peluru yang meleleh terkena api. Dengan membawa pada makna seperti ini, maka adanya dalam lafad hadits yang didahulukan dan diakhirkan. Dan yang menguatkan hal tersebut ialah sabdanya dalam hadits: “Sebagaimana melelehnya garam dalam air“.
Kemungkinan lain, bahwa yang dimaksud adalah bagi siapa saja yang punya keinginan buruk ketika didunia maka Allah akan menangguhkan dan tidak menguatkan kekuasaan serta tidak menjadikan lama berkuasa. Sebagaimana berakhirnya urusan orang-orang yang memerangi Madinah pada zamannya Bani Umayyah seperti Muslim bin Uqbah, maka Allah Shubhanahu wa ta’alla menghancurkan serta memalingkan dari Madinah.
Kemudian dilanjutkan setelahnya kehancuran kekuasaan Yazid bin Mu’awiyyah, dan yang semisal mereka yang melakukan sama seperti perbuatan mereka. Kemungkinan ketiga, bahwa bisa jadi yang dimaksud adalah barangsiapa menginginkan tipu muslihat pada penduduknya serta memerangi mereka tatkala sedang lengah. Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak akan menyempurnakan targetnya berbeda dengan orang yang datang secara terang-terangan. Sebagaimana berakhirnya kejahatan Muslim bin Uqbah dan yang semisal dengannya”. [6]
Terakhir, dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Sa’ib bin Khalaad radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَخَافَ أَهْلَ الْمَدِينَةِ ظُلْمًا أَخَافَهُ اللَّهُ وَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا » [أخرجه أحمد]
“Barangsiapa yang menakut-nakuti penduduk Madinah secara lalim maka Allah akan mengembalikan rasa takut itu baginya. Ditambah laknat dari Allah para malaikat dan seluruh manusia. Serta Allah tidak akan menerima alasannya kelak pada hari kiamat“. HR Ahmad 27/92 no: 16557. [7]
Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya
[Diterjemahkan dari kitab فضائل المدينة وحرمتها edisi Indonesia Keutamaan Madinah, Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor Eko Haryanto Abu Ziyad. IslamHouse.com 2013M – 1435H]
______
Footnote
[1] . Fadhlul Madinah wa Adaab Ziyarah karya D.Sulaiman al-Ghashn hal: 9.
[2] . Fathul Baari 4/89.
[3] . Fathul Bari 4/93.
[4] . an-Nihayah fii Gharibil Hadits oleh Ibnu Atsir 1/434. Dan Syarh Sunah oleh al-Baghawi 7/320 serta Jami’ul Ushul 9/320.
[5] . Fathul Baari 4/100.
[6] . Ikmaalul Ma’lum bii Fawaid Muslim karya Qodhi Iyadh 4/453.
[7] . Lihat pembahasan ini dalam: Fadhlul Madinah wa Adaabu Sukaniha wa Ziyarahtuha. Karya D. Abdul Muhsin al-Badr. Dan Al-Ahaaditsul Waridah fii Fadhlil Madinah. Karya D. Sholeh ar-Rifa’i. Dan Fadhlul Madinah wa Adaabuz Ziyarah karya D. Sulaiman al-Ghasn.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/27571-keutamaan-madinah.html